Sunday, 2 May 2021

TANGISAN BAHAGIA AWAL SEKOLAH

0 komentar

 


Oleh : Lintang Kurnia Rahmah Caesary

Namaku Amelia Dyana. Aku akan menceritakan beberapa pengalamanku yang paling berkesan di sini. Pengalaman ini sejak dulu hingga sekarang. Nah, kali ini aku akan memulai ceritanya dari kelas satu ya!

Hari ini adalah hari kedua aku masuk ke sekolah. Hari pertama berjalan lancar tanpa hambatan, selain perkenalan. Kenapa? Karena aku adalah orang yang pemalu. Aku mengacak-acak semua isi kamarku. Hari ini, seluruh siswa baru disuruh memakai pin dari rumah. Karena masih kecil dan belum bisa berpikir terlalu jauh, aku langsung berasumsi bahwa itu harus pin dari sekolah ku (padahal masih siswa baru, dan tidak mungkin siswa yang baru masuk dua hari sudah mendapatkan pin).

Rasa kesal yang meledak karena tidak menemukan pin itu, akhirnya aku memanggil ayahku. Dengan sabar, ayah ikut membantu mencari pin yang aku maksud. Detik ke detik telah berlalu. Pencarian itu tak kunjung selesai, ayah langsung memberiku pin dari sekolahku saat TK. Dengan perasaan terpaksa, aku memakai pin itu dengan perasaan yang sangat sedih.

Sesampainya di gerbang sekolah aku menangis, karena tidak memakai pin sesuai yang aku maksud. Bahkan aku hampir tidak mau masuk ke sekolah. Tetapi,  ayah membujukku. Akhirnya aku mau masuk ke sekolah. Aku mau masuk ke kelas dan bertemu dengan teman-temanku yang sudah berada di depan kelas. Sama sepertiku dia juga memakai pin, tetapi pin yang dipakainya bertuliskan namanya dan bukan pin sekolah. Seketika aku lupa  masalahku dan langsung menyapanya.

Hai, namamu Alya ya?” Tanyaku.

Iya, kalau kamu?” Ucap Alya.

”Amelia, boleh panggil Lia atau Amel, jawabku.

Alya adalah teman pertamaku di kelas 1.

*****

Tidak terasa sudah enam bulan aku bersekolah di sini, setiap Senin seluruh siswa selalu melakukan upacara bendera. Diselas-sela upacara, Kepala Sekolahku menyampaikan pengumuman  untuk memberi sebuah informasi. Seketika itu seluruh siswa diam dan mendengarkan pengumuman, yang berisikan tentang hasil lomba Olimpiade Sains Kuark (OSK). Karena belum beruntung, jadi dari sekolah kami belum ada siswa yang berhasil masuk ke babak final, tetapi ada juga berita yang membanggakan, yaitu ada dua siswa yang mendapatkan sertifikat dari perlombaan itu.       Disitulah aku mulai mengharap-kan mendapat juara saat Kepala Sekolah membacakan pengumuman itu. Juara harapan dua diraih oleh kakak kelasku, Almera Devita, kelas 2. Seketika nyaliku menciut, aku berfikir. Juara harapan dua saja kakak kelas, mana bisa aku jadi harapan satu. Saat pengunguman harapan satu, aku menunduk.

Harapan satu diraih oleh Amelia Dyana,kata Kepala Sekolah sambil disauti tepuk tangan seluruh siswa.

Jantungku berdegup begitu kencang, rasa bahagia memenuhi hati ini. Aku maju ke depan dengan senyum terpancar begitu lebar dari wajahku serta langkah yang penuh dengan kebahagiaan. Tak lupa ku mengucap syukur apa yang telah aku dapatkan dari hasil jerih payahku, serta doa yang setiap harinya aku panjatkan, dan juga aku berterimakasi pada Ayah dan Ibu yang membantuku belajar Sains dari majalah Kuark itu sendiri, atau film kesukaan ku yang menjelaskan sains dengan cara yang seru, serta guru sainsku yang mengajariku tanpa lelah. Aku juga sangat berterimakasih kepada OSK yang telah memberiku pengalaman.

******

Hari ini adalah hari yang ditakuti santri kelas satu. Hari dimana kami akan diimunisasi, dengan kata lain kami akan disuntik. Anak  kelas 1 mana yang tidak takut disuntik? Jangankan disuntik, melihat jarumnya saja membuat kami hampir menangis. Berbagai cara kami lakukan untuk menghindar dari imunisasi. Mulai dari membujuk orang tua, pura pura sakit, sampai tidak mau sekolah. Tetapi yang satu ini membuat aku tidak bisa berubat apa-apa lagi selain pasrah dan mengikuti apa yang dikatakannya “imunisasi itu penting, ke sekolah atau tidak dapat uang jajan?” ya, siapa yang tidak pasrah mendengar perkataan yang membuat aku serta teman-temanku tidak mempunyai pilihan lain, hal itu adalah hal paling kami takuti yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Keesokan harinya kami terpaksa masuk ke sekolah dengan rasa takut yang mendalam dan masih memikirkan alasan apalagi yang akan di utarakan sehingga membuat orang tua kami mengizinkan untuk tidak masuk. Petugas dari puskesmas pun datang. Mereka membawa begitu banyak botol berisi cairan yang aku tak tahu apa isinya. Mungkin Jarum suntik, kapas dan lain lain.

Kami, anak kelas satu, mendapatkan urutan pertama. Malangnya, perempuan yang mendapatkan giliran yang pertama. Kami berebut menuju barisan paling belakang. Sampai pada akhirnya ada anak yang mengajukan diri untuk disuntik pertama. Aku melihat anak yang maju pertama itu menangis tersedu - sedu. Aku semakin ketakutan. Terlebih aku urutan ketiga dari kurang lebih 10 anak. Saat giliranku tiba, seketika aku tidak berani melihat ke arah jarum suntik, kurasa saat itu aku berdarah cukup banyak, karena jarumnya terasa sangat sakit. Tetapi, setidaknya aku tidak menangis saat diimunisasi. Selesai imunisasi aku bergabung dengan teman – temanku yang lainnya yang sudah selesai duluan diimunisasi, dan melihat nasib malang teman – teman yang menunggu giliran diimunisasi. Kami saling menunjukkan berapa banyak darah yang keluar (maklumlah masih kecil). Kini giliran laki-laki maju, seolah – olah aku menantikan reaksi apa yang akan mereka tunjukkan saat giliran mereka tiba, satu persatu.

Ya, sudah aku duga. Ada yang menangis, ada yang tidak menunjukkan reaksi apapun, ada yang berteriak – teriak, bahkan lebih parah dari itu ada kejadian paling seru dan lucu adalah saat giliran Hida akan disuntik, dia sangat takut, sehingga dia memilih untuk kabur, bahkan lucunya lagi dia sampai keluar gerbang sekolah, beberapa Ustaz dan Ustazah sampai mengejarnya ke luar gerbang. Bahkan beberapa teman – teman sampai ikut menyusul Hida.

******

Hari ini aku pergi ke sekolah diantar oleh ibu. Kali ini ayah tidak bisa mengantarku, karena harus berangkat pagi buta ke tempat kerjanya. Terlihat waktu menunjukkan pukul 06.45 WIB, lantas yang membuat aku terburu-buru menghabiskan sarapanku dan segera bersiap. Maklum, aku tadi bangun kesiangan jandinya harus tergesa-gesa begini. Saat sudah siap, aku memanggil Ibuku.

Bu, ayo cepat, nanti kalau telat dihukum disuruh membaca Ikrar santri sendiri,” kataku.

Tidak usah terburu-buru kak, pelajaranmu loh baru mulai pukul 07.30 WIB,” jawaban ibu yang membuatku tersontak.

“Tapi itu pelajaran nya! Bukan masuknya ibu,” jawabku sedikit kesal.

Pada akhirnya, aku hanya bisa pasrah. Tetapi Ibu sudah berjanji akan mengantarku pukul 07.15 WIB. Sambil menunggu, aku terus memasang wajah cemberut. Setelah sekian menit aku menunggu ibu, akhirnya aku diantar ibu. Tak hanya itu. Aku menyuruh ibu bergegas mengantarku ke sekolah, agar aku tidak terlambat dan biar tidak ketinggalan pelajaran yang akan dimulai beberapa menit lagi. Bahkan aku sampai membuat ibu jengkel karena terus mengoceh tidak jelas. Padahal, aku hanya tidak mau telat. Itu saja.

Sesampai aku di sekolah prediksi ku benar. Aku dihukum membaca Ikrar lagi, untung tidak hanya aku saja yang dihukum. Ada beberapa kakak kelas dan seorang teman sekelasku yang bernama  Zakky yang juga dihukum sama sepertiku. Tetapi tetap saja, itu menjadi catatan terlambat kali pertama waktu aku masih menjadi adik kelas. Gara - gara Ibu sih, tidak percaya kalau aku datang paling lambat pukul 07.00 WIB. Ah, sudahlah tidak apa-apa. Sekali-kali telat. Hehehe…..

0 komentar:

Post a Comment