Ketika diri asik menggambarkan angan di serambi masjid. Saat itu pula diri ini
menikmati semriwing angin yang berhembus kencang. Tiba-tiba angan yang semula tidak jelas
hayalnya, sontak membayangkan masa ketika saya duduk di bangku Sekolah Dasar
(SD).
Kala itu. Ajakan sang guru Bahasa Indonesia untuk menjadi
seorang penulis. Dengan pengetahuan yang terbatas. Dengan fikiran yang hanya
memikirkan untuk menonton film kartun saat liburan. Rasanya tidak mungkin aku
bisa menjadi seorang penulis.
Melihat begitu berantakannya gaya tulisanku di buku tulis
yang kupunya. Beberapa buku tulisku penuh dengan coretan huruf dan angka yang tidak
sedap dipandang.
Sempat tercetus pula ucapan dari sang guru bahwa, tulisan saya
sangat bagus. “Bagaikan
cacing kepanasan”. Sedih bukan! Namun berjalannya waktu. Usia yang selalu bertambah
angka. Ternyata hal bodoh yang sempat terfikir jika ternyata menjadi seorang
penulis itu menulis menggunakan alat. Bukan tulisan tangan.
Clear.. sudah..
Ternyata anak yang tulisannya bagaikan cacing
kepanasan pun sangat dan sangat bisa menjadi seorang penulis. Di era yang
modern ini, mustahil orang tidak bisa menulis. Melihat anak SD saja sudah pada
pegang hand phone. Bahkan
merekan mempunyai akun media sosial yang juga dimiliki kakak, dan orang tua
mereka.
Bersambung....
0 komentar:
Post a Comment